Friday, June 25, 2010

Predator Internet.. Waspadalah para orang tua!!!

Miris! Sebagai orang tua dari anak yang beranjak remaja dan juga tante dari beberapa keponakan yang berusia remaja, jujur saya merasa sangat miris dengan kejadian yang marak belakangan ini. Beberapa bulan ini, kita cukup sering dikejutkan dengan berita-berita yang mengatakan adanya beberapa remaja atau ABG khususnya yang berjenis kelamin perempuan yang tiba-tiba menghilang tidak diketahui rimbanya, entah karena diculik ataupun karena memang pergi atas kesadarannya sendiri. Beberapa fakta yang terjadi menyebutkan bahwa sebelum ABG itu “hilang” diketahui mereka berinteraksi dengan seseorang melalui internet, entah itu melalui media jejaring sosial ataupun via chatroom. Bahkan dalam salah satu kasus, terbukti bahwa sang ABG belia itu pergi bersama teman lelakinya yang dikenalnya via jejaring sosial, kemudian kopi darat disuatu tempat, bahkan hingga berani melakukan hubungan intim hingga beberapa kali dengan sang teman lelaki tersebut! Iseng saya men-search nama sang ABG tersebut di jejaring sosial tersebut. Kaget dan kembali miris. Dalam profile sang ABG tersebut, terlihat sang gadis berpose dalam pose dan busana yang, menurut saya tampak kurang pantas untuk remaja seusianya. Berbaju dengan belahan dada rendah dan berpose mengekspos belahan dadanya tersebut. Bahkan dia menuliskan statusnya: married dengan teman lelaki tersebut. Astaghfirullahaldzim.

Pernah suatu ketika, tanpa sengaja saya membaca news feed di salah satu jejaring sosial, yang mengatakan salah satu teman saya dalam situs tersebut, telah menjadi fans/member dalam suatu pages di situs jejaring sosial tersebut. Sebetulnya sih hal tersebut biasa saja, tapi jujur nama pages tersebut membuat saya mengelus dada, karena merupakan hal yang sangat tidak pantas berada dalam jejaring sosial yang dapat diakses oleh semua orang bahkan yang masih dibawah umur ini. Iseng, saya coba membuka pages tersebut, dan makin kagetlah saya karena pages itu berisi tentang informasi ABG-ABG yang notabene masih berusia sekolah yang dapat “dipakai”. Astaghfirullahaladzim, dari fotonya gadis-gadis ABG yang ada dalam pages tersebut, merupakan gadis-gadis yang masih polos, lugu, cantik-cantik dan tentunya masih sangat belia, yang berani berpose dan berbusana yang tidak sepantasnya, dan bahkan berani mencantumkan nama dan juga nomor telepon yang dapat dihubungi. Mengapa mereka sampai bisa berbuat sehina itu!

Baru-baru ini saya pun mendengar keluhan seorang teman yang memiliki anak beranjak remaja juga, katanya dia menemukan putrinya sedang ’dirayu’ oleh seorang lelaki dewasa asing via chatroom. Atau seorang teman yang memergoki putranya yang jauh dibawah umur sedang ”terpana” melihat gambar seorang wanita dewasa berpose seksi, yang dia peroleh tanpa sengaja dari suatu situs. Astagfirullahaladzim...

Jika sudah kejadian seperti hal-hal tersebut diatas, siapa yang bisa disalahkan? Apakah sang ABG, apakah sang dewasa, apakah orang tua, apakah situs jejaring sosial, atau bahkan internet itu sendiri? Tentunya tidak dapat semudah itu mencari siapa yang salah, karena -meminjam istilah yang populer dalam kasus Century Gate- ini merupakan kesalahan sistemik, dimana semua pihak tentunya memiliki kontribusi kesalahannya masing-masing. Sekali lagi, sebagai orang tua, saya mencoba merenung dan berpikir, sebenernya apa sih penyebabnya bisa sampai seperti ini. Apakah ini merupakan salah satu dampak negatif berkembangnya dunia maya yang sudah sedemikian merasuk kedalam keseharian kita?

Sebagai seorang pengguna internet aktif sejak tahun 1995, -yang berarti sejak saya masih berusia belasan tahun juga yaaa...:P- saya memang merasa sudah sangat sulit untuk dipisahkan dari internet. Saya merasa banyak sekali manfaat yang dapat saya peroleh dari teknologi internet. Kemudahan untuk berkomunikasi dengan teman yang bahkan berada jauh di seberang samudera dengan sangat cepat dan gampang, kemudahan untuk mencari informasi yang diperlukan dalam hitungan detik, kemudahan untuk mencari teman baru yang kalau dahulu mungkin dikenal dengan istilah ”sahabat pena”, hingga kemudahan untuk mendapatkan berita atau memberitakan suatu hal dengan sangat cepat dan jangkauannya luas. Email-ing, chatting, surfing, blooging dan eksis dalam jejaring sosial, merupakan aktivitas yang biasa saya lakukan sejak tahun 1995 tersebut. Selain dampak positif, memang tak dapat dipungkiri ada juga dampak negatif yang saya rasakan, seperti misalnya saya yang pernah mendapatkan beberapa message dalam suatu situs jejaring sosial yang berisi ajakan untuk berbuat maksiat dan juga pose tak senonoh dari pria tak dikenal. Jujur pada saat itu, saya merasa terlecehkan sekali, bagaimana mungkin seorang wanita yang memajang foto berhijab di situs tersebut, bisa-bisanya mendapat message tak pantas seperti itu, tanpa bisa berbuat banyak untuk membela diri. Tapi dari situ saya mendapat hikmah dan pelajaran, untuk dapat memproteksi diri guna menghindari hal-hal seperti itu.

Kembali pada kasus marak akhir-akhir ini, hampir setiap malam saya berdiskusi dengan suami tercinta saya, sebetulnya apa sih penyebab kondisi seperti ini. Hasil analisis kami antara lain:

1. Kemudahan penggunaan internet yang tidak dibarengi dengan edukasi yang memadai tentang apa sebenarnya dunia internet tersebut, beserta seluruh dampak positif-negatifnya. Hal tersebut membuat terkadang beberapa dari kita merasa nyaman-nyaman saja, menuliskan nomer telepon pribadi, alamat rumah, foto dan informasi lainnya, tanpa proteksi yang memadai. Padahal tanpa disadari, jika informasi-informasi tersebut sampai pada orang-orang jahat yang dapat memanfaatkannya, dapat menjadi musibah besar bagi kita. Seperti misalnya, foto-foto pribadi yang disalahgunakan, telepon dan alamat rumah yang menjadi sasaran teror dan kejahatan lainnya atau bahkan misalnya.. kita merasa nyaman-nyaman saja menuliskan tanggal lahir kita dengan lengkap, padahal seringkali nomer keramat tersebut dijadikan nomer pin ATM. Jika –naudzubilahiminzalik- tabungan terbobol, siapa juga yang rugi kan.

2. Berkembangnya dan kemudahan penggunaan internet yang tidak dibarengi dengan edukasi nilai-nilai agama dan sosial dan juga pengawasan memadai dari para orang tua. Orang tua seringkali merasa nyaman-nyaman saja memberikan kemudahan koneksi internet di rumah atau bahkan membelikan handphone yang memberikan kemudahan online bagi putra-putrinya yang masih belia. Mereka pikir: ”ya ini kan trend, saya kan mampu, masa iya sih saya ga membelikan, toh semua teman-temannya juga punya, masa anak saya engga punya” tanpa membekali sang anak dengan nilai-nilai tambahan mengenai norma sosial dan agama untuk membentengi si anak dari dampak negatif internet. Karenanya, tanpa orang tua sadari –karena sang anak tampak anteng di rumah saja tidak keluyuran, tampak baik-baik saja secara fisik- sebenarnya mungkin sang anak telah melakukan atau mengalami hal-hal yang tidak pantas, seperti: melihat gambar-gambar/video dewasa yang memang marak dan mudah diperoleh di internet, bertukar dan menyimpan foto-foto diri dengan pose dan busana yang tidak sewajarnya, melakukan chat-sex dengan lelaki asing diluar sana – yang bukan tidak mungkin kan dengan menggunakan webcam misalnya, si anak berani melakukan hal-hal yang tidak senonoh seperti membuka pakaian dan kemudian direkam oleh orang yang diseberang sana, dan digunakan untuk hal yang tidak pantas atau untuk pemerasan-, atau sekedar berkenalan dan chat dengan orang-orang yang memiliki maksud jahat dan kemudian memanfaatkan keluguan sang anak. Orang tua merasa nyaman-nyaman saja melihat si anak aktif berteman dalam jejaring sosial, tanpa mengawasi sebetulnya apa saja sih aktivitas si anak dan teman-temannya dalam jejaring sosial tersebut, apakah sebenarnya aman-aman saja atau sudah berkembang diluar batas kepantasan?

3. Gaya hidup yang serba wah, rasa gengsi, iri dan tidak mau kalah melihat milik orang lain, atau keinginan untuk memiliki barang-barang mewah namun tidak dibarengi oleh kemampuan finansial pribadi yang mumpuni, dapat membuat sebagian orang menjadi cenderung menghalalkan segala cara untuk memperolehnya. Banyak cerita yang mengatakan ada remaja belia yang rela menjual virginitasnya hanya demi untuk membeli sebuah handphone tercanggih misalnya, karena orang tua si anak tak bisa membelikannya karena keterbatasan. Ada pula anak gadis yang rela menemani pria-pria dewasa berjalan-jalan dan bahkan berbuat lebih, hanya karena ingin memiliki mobil mewah, handphone canggih, perhiasan, gadget dan elektronik mewah, ataupun hanya sekedar tas, sepatu/selop, baju dan aksesoris namun tidak mampu membelinya dengan kemampuan sendiri. Segala pembenaran akan dilakukan untuk membenarkan semua tindakan ini, sehingga tanpa disadari dalam diri mereka akan bergeser semua nilai-nilai tentang perbuatan baik dan perbuatan salah, mana halal dan mana haram. Naudzubilahiminzalik.

Sebenarnya hal-hal tersebut diatas dapat kita hindari, meskipun yaa mungkin karena sudah hukum alamnya, dijaga bagaimanapun, kejahatan akan dapat menemukan jalannya, namun setidak-tidaknya kita dapat berusaha untuk mencegahnya dan memperkecil resikonya. Salah satu caranya antara lain:

1. Tanamkan nilai-nilai Agama dan Sosial yang baik dan benar kepada anak-anak sedari kecil. Ajari anak-anak, mana yang halal dan mana yang haram, mana yang baik dan mana yang salah. Ajari si anak untuk tidak pernah mencari jalan pintas yang negatif untuk memenuhi keinginan-keinginannya. Ajari si anak bahwa tidak selamanya keinginan itu harus terpenuhi, ajari si anak untuk dapat menerima dan menjalani hidup dengan jujur dan apa adanya. Jika memang ada dapat dimanfaatkan dengan baik, jika memang tidak ada jangan memaksa untuk mengadakannya tanpa memahami kondisi yang ada.

2. Selalu menciptakan jalinan komunikasi yang efektif dengan anak-anak kita. Kita harus selalu tahu, apa sih aktivitas anak kita yang sebenarnya, siapa teman-temannya, seperti apa pergaulannya. Bukan berarti harus jadi satpam yang 24 jam terus menerus mengawasi anak kita dan serba melarang anak kita beraktivitas dan berkreasi, karena kalau jalan itu yang ditempuh bukannya terbentuk jalinan komunikasi yang efektif melainkan jurang pemisah yang akan semakin dalam dan anak akan cenderung menjadi pemberontak. Kita sebagai orang tua dituntut untuk dapat menciptakan strategi jitu bagaimana caranya yang paling tepat untuk anak kita masing-masing, karena berbeda tipe anak akan berbeda pula strateginya.

3. Berikan edukasi yang baik dan benar kepada anak mengenai dunia internet. Ajari anak untuk bisa menjaga informasi penting dan pribadi, mana yang boleh disampaikan mana yang tidak. Ajari anak perilaku berinternet dengan baik dan jelaskan aturan penggunaannya.

4. Berusaha untuk menyimpan komputer yang berkoneksi internet di rumah, di tempat yang memudahkan pengawasan. Buat aturan mainnya. Batasi situs-situs yang tidak diinginkan, misalnya dengan memberlakukan parental control. Jika perlu, dampingi anak dalam berinternet.

5. Kalau bisa, jangan berikan HP yang memiliki fasilitas internet kepada anak-anak yang masih di bawah umur, apalagi jika tanpa edukasi yang memadai! Sesungguhnya, jika kita memberikan itu semua hanya karena alasan gengsi, bukan kehebatan yang telah kita lakukan melainkan suatu kebodohan besar!

6. Berusaha untuk masuk dalam aktivitas anak berinternet. Misalnya jika anak eksis dalam suatu jejaring sosial, cobalah untuk ikut masuk dalam jejaring sosial tersebut dan menjadi friend si anak. Hal ini akan memudahkan kita dalam mengawasi dan mengontrol aktivitas anak dan teman-temannya.

7. Yang terpenting adalah berikan contoh yang baik pada anak. Jika kita melarang anak untuk terlalu eksis di situs jejaring sosial misalnya, tetapi kita terlihat selalu asyik sendiri dan sulit dilepaskan dari situs tersebut hingga mengurangi waktu berkualitas kita dengan anak-anak dan bahkan tanggung jawab lainnya, ya jangan salahkan kalau anak pun meniru kita. Jika anak dilarang untuk melihat gambar-gambar dewasa, tapi kita selalu membuka gambar-gambar tersebut di depan anak atau kepergok oleh anak kita, ya jangan salahkan si anak jika kemudian dia meniru kita. Jika kita selalu mengingatkan si anak untuk selalu beretika dalam berinternet, misalnya dalam memilih kata-kata atau menjaga adab pergaulan, tetapi si anak melihat kita begitu bebasnya berkata-kata dan bergaul tak kenal adab di situs jejaring sosial, yaa jangan salahkan si anak jika kemudian dia meniru kita!

Jika semua usaha telah dilakukan, tetep yang utama adalah, berdoa pada yang Maha Kuasa, mohon perlindunganNya, semoga kita semua selalu mendapatkan berkah keselamatan dariNya dan dijauhkan dari segala bentuk kejahatan dan kekhilafan.

Namun terlepas dari apapun dampak negatifnya, sebagai pengguna internet aktif sejak belasan tahun lalu, saya tetap memandang perlu adanya teknologi internet. Bagi saya, dampak positifnya tetap jauh lebih banyak daripada dampak negatifnya. Tapi sekali lagi, semua itu tetap ada batasannya. Air dan api pun, selalu menjadi kawan dan sangat dibutuhkan, namun adakalanya jika kita lengah, dapat menjadi lawan juga kan?

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi para orangtua.

No comments: